Oleh Drs. DEDI DJUNAEDI
AKTIVITAS guru sehari-hari sebenarnya tidak lepas dari kegiatan tulis-menulis. Ketika melakukan persiapan mengajar, menyiapkan bahan ajar, menyiapkan soal ulangan, membuat laporan hasil ulangan, membuat catatan kemajuan belajar siswa, membuat program kegiatan di sekolah, membuat makalah kenaikan tingkat, semuanya berkaitan dengan kegiatan tulis-menulis. Dari kebiasaan tulis-menulis itu seorang guru dapat mengembangkan kemampuannya menulis hal-hal yang lebih luas tentang berbagai fenomena pendidikan di dalam maupun di luar sekolah. Di antaranya, menyangkut tugas profesi serta kinerja guru dan kepala sekolah, prestasi sekolah, kultur belajar siswa, serta berbagai kegiatan ekstra maupun intrakurikuler, untuk kemudian diolah menjadi tulisan yang layak diketahui sesama guru atau masyarakat.
Jenis tulisan yang dibuat bisa bermacam-macam, tergantung bakat serta kesenangan guru itu sendiri. Ada yang senang membuat cerita fiksi berupa cerpen atau carpon (carita pondok), puisi, artikel, dan lain-lain. Namun, yang berhubungan langsung dengan nilai angka kredit untuk kenaikan tingkat, terutama golongan IV/a ke atas, adalah artikel dalam bentuk tulisan ilmiah populer (TIP) di bidang pendidikan dan kebudayaan.
Sebuah TIP seyogianya ditulis mengikuti kaidah penulisan sebagaimana layaknya sebuah tulisan ilmiah. Isinya harus memuat unsur pendahuluan, uraian isi yang menjelaskan beberapa fakta dan permasalahan serta diskusi tentang hal tersebut, kajian teori, dan kesimpulan. Agar tulisan itu dapat dimuat di media massa yang kita tuju, di samping harus memperhatikan gaya bahasa menarik dan enak dibaca, isinya harus dapat dipertanggungjawabkan secara jurnalistik, yakni terpenuhi faktor aktualitas, faktualitas, netralitas, dan edukasionalitas.
Bagi TIP yang telah dimuat, sebagai bukti fisik, guntingan tulisan tersebut kita fotokopi kemudian disahkan oleh kepala sekolah. Tanggal serta media yang memuat tulisan tersebut harus tetap tercantum. Angka kredit diberikan untuk setiap tulisan yang merupakan satu kesatuan maksimal 2. Jadi, dengan hanya enam TIP yang dimuat, nilai kumulatif pengembangan profesi (12) sudah terpenuhi. Masalahnya tinggal bagaimana tim penilai angka kredit memahami keadaan ini.
Tulisan yang telah siap dapat dikirimkan ke media cetak yang mengkhususkan pada masalah-masalah pendidikan seperti Suara Daerah PGRI Jabar, tabloid bulanan Ganesha PGRI Cabang Ciamis, majalah Gerbang, Mimbar Pendidikan UPI Bandung, Jurnal Pendidikan Depdiknas. Media cetak yang menyediakan lahan khusus untuk tulisan-tulisan guru, HU Pikiran Rakyat (Forum Guru), HU Galamedia (Suara Guru), HU Kompas (Suara Guru), Garoet Pos (Suara Guru), semuanya dapat dimanfaatkan oleh guru.
Butuh kesabaran
Terjun ke dunia menulis tentu butuh ketekunan dan kesabaran. Tidak boleh bersikap setengah-setengah atau berpuas diri dengan hasil seadanya. Yakinlah bahwa pada hakikatnya semua bisa menulis, namun bagaimana tulisan yang dibuat itu memiliki nilai seni. Menurut Abu Al-Ghifari (2005), menulis dengan seni, artinya menggabungkan kerja keras dan kreativitas sehingga sebuah tulisan bukan saja memiliki roh (enak dan layak dibaca) tetapi juga marketable.
Bagi guru yang memulai menulis hendaknya tidak cepat berputus asa manakala tulisannya ditolak atau tidak dimuat. Tidak ada pekerjaan yang bisa diselesaikan dengan hitungan sekali jadi, termasuk menulis. Semua penulis, yang sekarang ini tulisannya sering dimuat di media massa, tidak berarti tanpa melalui proses. Hernowo, General Manager Penerbit Mizan, jujur mengatakan tulisannya baru dimuat sebuah harian bergengsi setelah ratusan naskahnya ditolak. Sedangkan Roesli Lahani Yunus memperkirakan, untuk penulis pemula rata-rata di atas 40 kali mengirim naskah baru diharapkan bisa dimuat (Lilis Nihwan Sumuranje, 2005).
Tak ada kiat atau resep khusus yang dapat mengantarkan seseorang menjadi penulis sukses, kecuali kerja keras, keseriusan, kesungguhan dan antusiasme yang tinggi dalam menghadapinya.
Sambil menunggu kepastian realisasi peningkatan kesejahteraan guru pascapengesahan UU Guru dan Dosen, tidak ada salahnya para guru nyambi menjadi penulis. Di samping menambah income, juga tidak akan mengganggu kinerja guru. Bahkan, sebaliknya akan semakin menajamkan pisau analisis guru terhadap berbagai problematika pendidikan yang kini sedang dihadapi bangsa Indonesia. ***
Penulis, guru SMAN I Karangpawitan Garut.
Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/012006/18/99forumguru.htm
copy oleh : http://chomedy.wordpress.comAKTIVITAS guru sehari-hari sebenarnya tidak lepas dari kegiatan tulis-menulis. Ketika melakukan persiapan mengajar, menyiapkan bahan ajar, menyiapkan soal ulangan, membuat laporan hasil ulangan, membuat catatan kemajuan belajar siswa, membuat program kegiatan di sekolah, membuat makalah kenaikan tingkat, semuanya berkaitan dengan kegiatan tulis-menulis. Dari kebiasaan tulis-menulis itu seorang guru dapat mengembangkan kemampuannya menulis hal-hal yang lebih luas tentang berbagai fenomena pendidikan di dalam maupun di luar sekolah. Di antaranya, menyangkut tugas profesi serta kinerja guru dan kepala sekolah, prestasi sekolah, kultur belajar siswa, serta berbagai kegiatan ekstra maupun intrakurikuler, untuk kemudian diolah menjadi tulisan yang layak diketahui sesama guru atau masyarakat.
Jenis tulisan yang dibuat bisa bermacam-macam, tergantung bakat serta kesenangan guru itu sendiri. Ada yang senang membuat cerita fiksi berupa cerpen atau carpon (carita pondok), puisi, artikel, dan lain-lain. Namun, yang berhubungan langsung dengan nilai angka kredit untuk kenaikan tingkat, terutama golongan IV/a ke atas, adalah artikel dalam bentuk tulisan ilmiah populer (TIP) di bidang pendidikan dan kebudayaan.
Sebuah TIP seyogianya ditulis mengikuti kaidah penulisan sebagaimana layaknya sebuah tulisan ilmiah. Isinya harus memuat unsur pendahuluan, uraian isi yang menjelaskan beberapa fakta dan permasalahan serta diskusi tentang hal tersebut, kajian teori, dan kesimpulan. Agar tulisan itu dapat dimuat di media massa yang kita tuju, di samping harus memperhatikan gaya bahasa menarik dan enak dibaca, isinya harus dapat dipertanggungjawabkan secara jurnalistik, yakni terpenuhi faktor aktualitas, faktualitas, netralitas, dan edukasionalitas.
Bagi TIP yang telah dimuat, sebagai bukti fisik, guntingan tulisan tersebut kita fotokopi kemudian disahkan oleh kepala sekolah. Tanggal serta media yang memuat tulisan tersebut harus tetap tercantum. Angka kredit diberikan untuk setiap tulisan yang merupakan satu kesatuan maksimal 2. Jadi, dengan hanya enam TIP yang dimuat, nilai kumulatif pengembangan profesi (12) sudah terpenuhi. Masalahnya tinggal bagaimana tim penilai angka kredit memahami keadaan ini.
Tulisan yang telah siap dapat dikirimkan ke media cetak yang mengkhususkan pada masalah-masalah pendidikan seperti Suara Daerah PGRI Jabar, tabloid bulanan Ganesha PGRI Cabang Ciamis, majalah Gerbang, Mimbar Pendidikan UPI Bandung, Jurnal Pendidikan Depdiknas. Media cetak yang menyediakan lahan khusus untuk tulisan-tulisan guru, HU Pikiran Rakyat (Forum Guru), HU Galamedia (Suara Guru), HU Kompas (Suara Guru), Garoet Pos (Suara Guru), semuanya dapat dimanfaatkan oleh guru.
Butuh kesabaran
Terjun ke dunia menulis tentu butuh ketekunan dan kesabaran. Tidak boleh bersikap setengah-setengah atau berpuas diri dengan hasil seadanya. Yakinlah bahwa pada hakikatnya semua bisa menulis, namun bagaimana tulisan yang dibuat itu memiliki nilai seni. Menurut Abu Al-Ghifari (2005), menulis dengan seni, artinya menggabungkan kerja keras dan kreativitas sehingga sebuah tulisan bukan saja memiliki roh (enak dan layak dibaca) tetapi juga marketable.
Bagi guru yang memulai menulis hendaknya tidak cepat berputus asa manakala tulisannya ditolak atau tidak dimuat. Tidak ada pekerjaan yang bisa diselesaikan dengan hitungan sekali jadi, termasuk menulis. Semua penulis, yang sekarang ini tulisannya sering dimuat di media massa, tidak berarti tanpa melalui proses. Hernowo, General Manager Penerbit Mizan, jujur mengatakan tulisannya baru dimuat sebuah harian bergengsi setelah ratusan naskahnya ditolak. Sedangkan Roesli Lahani Yunus memperkirakan, untuk penulis pemula rata-rata di atas 40 kali mengirim naskah baru diharapkan bisa dimuat (Lilis Nihwan Sumuranje, 2005).
Tak ada kiat atau resep khusus yang dapat mengantarkan seseorang menjadi penulis sukses, kecuali kerja keras, keseriusan, kesungguhan dan antusiasme yang tinggi dalam menghadapinya.
Sambil menunggu kepastian realisasi peningkatan kesejahteraan guru pascapengesahan UU Guru dan Dosen, tidak ada salahnya para guru nyambi menjadi penulis. Di samping menambah income, juga tidak akan mengganggu kinerja guru. Bahkan, sebaliknya akan semakin menajamkan pisau analisis guru terhadap berbagai problematika pendidikan yang kini sedang dihadapi bangsa Indonesia. ***
Penulis, guru SMAN I Karangpawitan Garut.
Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/012006/18/99forumguru.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar