Sang Guru,PGRI Cenrana

Jumat, 10 Juni 2011

PGRI: Indonesia Kekurangan Guru

PALEMBANG - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyesalkan pernyataan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) yang menyebutkan Indonesia mengalami kelebihan guru hingga 500 ribu orang.

Sementara PGRI mencatat, masih banyak daerah di Indonesia yang justru kekurangan tenaga guru. Ketua Umum PGRI Pusat Sulistyo mengatakan, kelangkaan tenaga guru masih menjadi masalah utama pada sejumlah daerah. Khususnya, untuk daerah pedesaan dan wilayah terpencil lainnya, sehingga sangat tidak tepat bila pemerintah mengklaim telah terjadi kelebihan tenaga guru hingga 20 persen.

“Untuk wilayah perkotaan hal ini mungkin saja terjadi. Di sana memang telah terjadi penumpukan tenaga guru. Namun, untuk wilayah pedesaan, masih banyak sekolah yang tidak memiliki guru, utamanya untuk bidang-bidang studi tertentu,” ujar Sulistyo saat membuka secara resmi konferensi kerja pertama tahun 2011 pengurus PGRI Sumatera Selatan (Sumsel) masa bhakti 2010-2015 di Aula Gedung Guru Universitas PGRI Palembang, akhir pekan lalu.


Sulistyo mengatakan, minimnya tenaga guru membuat sejumlah sekolah masih harus mengandalkan guru honorer ataupun tenaga kerja sukarela (TKS). Tak jarang, kondisi ini juga harus menggangu proses belajar dan mengajar di sekolah. Saat gurunya berhalangan hadir maka jam pelajaran tertentu harus dikosongkan. Mengingat, tidak adanya guru pengganti. Namun, tingginya peran dan tanggung kawab para guru ini, justru tidak diimbangi dengan pembayaran upah yang sebanding.

Hal ini disebabkan keterbatasan finansial dari pihak sekolah. Minimnya kondisi yang ada, masih harus diperparah dengan keterlambatan dana Bantuan Operasioal Sekolah (BOS). “Saat ini masih banyak sekolah yang hanya mengandalkan dana BOS untuk pembayaran upah guru honorer. Bahkan, adanya BOS yang mengatur penggunaannya maksimal 20 persen di sekolah negeri, malah membuat gaji bagi guru honorer dikurangi. Sementara untuk sekolah swasta banyak guru yang mengalami keterlambatan gaji akibat pencairan BOS yang terlambat,” papar Sulistyo.

Menurut Sulistyo, sebagai manifestasi memperjuangkan nasib guru, PGRI pusat juga saat ini mengusulkan kepada pemerintah adanya Upah Minimum Pendidikan (UMP). Dalam hal ini, UMP harus lebih besar dari Upah Minimum Regional (UMR).

“Kalau hitung-hitungan ideal menurut saya guru rata-rata layak digaji Rp3,5 juta per bulan. Namun saya tahu pemerintah belum bisa memenuhi standar tersebut. Maka PGRI berinisatif mengambil jalan tengah dengan mengusulkan UMP tadi sesuai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pendidikan,” sebutnya.
Selain itu, lanjut dia, masih ada beragam persoalan lain dalam dunia pendidikan yang memang harus segera disikapi. Seperti pembayaran tunjangan sertifikasi yang tidak tepat waktu, banyaknya kecurangan dalam Ujian Nasional (UN), penggunaan anggaran pendidikan yang tidak efektif, dan lain-lain. Untuk itu, PGRI sebagai suatu wadah organisasi yang kuat akan terus berupaya untuk mengawal hal ini.

“Apabila persoalan-persoalan ini tentang guru di daerah-daerah tidak diselesaikan, maka PGRI meminta guru-guru tersebut ditarik dan ini merupakan bukan tugas PGRI lagi melainkan tugas dari pemerintah,” tegas Sulistyo.

Sementara itu, Ketua PGRI Sumsel yang juga Rektor Universitas PGRI Syarwani Ahmad menuturkan, dalam konferensi kerja pertama tahun 2011 pengurus PGRI Sumsel ini, ada tiga agenda pokok yang akan dibahas. Yakni, membahas dan menilai pelaksananaan PGRI Provinsi Sumsel XXIV tahun 2010-2015, menetapkan rencana kerja tahunan dan membahas serta menetapkan RAPBO pengurus PGRI Sumsel tahun 2011.

”Pembahasan ini dikuti oleh pengurus PGRI Provinsi, Kabupaten/Kota, Pengurus Cabang (Kecamatan) dan Pengurus Ranting. Diharapkan, melalui konfrensi ini PGRI dapat semakin kuat dan mampu mengemban amanah para anggotanya,” harapnya. 

(febria astute/sindo) (rfa)(//rhs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar